60 Tahun Indonesia Merdeka. What Next?
Percakapan berikut terjadi pada hari Selasa kemaren, di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) UNHAS. Tepatnya di bagian Orthodonsia, pada saat senior gw yang udah dokter gigi sekarang, lagi berkunjung ke sana. Percakapan antara teman gw
Bati, dan senior gw Kak Abu a.k.a drg. Sahabuddin.
Bati:
Aga kareba, kak..? Di mana
ki sekarang? (
Apa kabar kak? Sekarang lagi di mana?)
K Abu: Balik di kampungku lah..
Bati: Haaah?! Kampung
ta yang dulu kita datangi itu waktu baksos? Euh yang ngga ada listriknya dan jalannya rusak-rusak itu?
K Abu: Iya..
Ko tau, itu kampung cuma 37 km dari kota Makassar, tapi kalo ke sana kayak pergi ke desa yang terpencil sekali saja.
Bati: Trus
bagemana mi keadaannya di sana sekarang? Sudah bagus
mi? (
Trus bagaimana sekarang keadaannya? Sudah lebih bagusan?)
K Abu: (tertawa) Bagus apanya? Sekarang 60 tahun Indonesia sudah merdeka, itu kampung masih aja begitu-begitu sampai sekarang. Nggak ada air, ga ada listrik, jalanan masih rusak, bahkan sekarang lebih parah. Persis seperti yang kau lihat dulu.
Gw selama sebulan ini pergi ke daerah-daerah yang lumayan terpencil, baik ke NAD, maupun ke Kalimantan Timur.
Oke lah, NAD itu daerah pasca tsunami. Tapi Kalimantan Timur? Yang notabene propinsi paling makmur dan penghasil minyak bumi dan batubara terbesar di Indonesia. Tapi apa yang terjadi di sana? Masyarakat Kalimantan Timur yang sehari-harinya hidup di atas minyak bumi dan batubara itu, juga harus antri BBM, harus ikutan kehabisan minyak tanah.
Ke mana hasilnya?
Hhhh..
60 tahun Indonesia telah merdeka.
Cukup banyak kah yang telah merasakan perbedaannya?
Kalau di kota besar memang terasa pembangunannya, tapi kalau di pelosok-pelosok daerah?